NTB EXPOSE. Lombok Tengah – Akhir akhir ini ditengah keluhan anggapan masyarakat akan lambannya penanganan pasien rujukan di RSUD Praya yang merupakan rumah sakit milik Daerah, RSUD Praya Menggagas Diskusi Penguatan Sistem Layanan Rujukan dengan Semua Faskes Se Lombok Tengah Sebagai Langkah Strategi Mengatasi Masalah Lambatnya Pelayanan di Semua Jaringan pelayanan Primer sampai Sekunder
Diskusi tersebut diadakan pada Sabtu, 6 Mei 2023 di ruang auditorium RSUD Praya Lombok Tengah. Hadir sekitar 120 peserta, terdiri atas Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Tengah DR. H. Suardi, SKM, MPH dan Subkor Rujukan Dinas Kesehatan, Sudarman, kepala-kepala UPTD PUSKESMAS, perwakilan dokter Puskesmas, koordinator IGD Puskesmas, direktur2 RS-RS di Lombok Tengah beserta timnya (direktur RS Cahaya Medika, direktur RS Mandalika, direktur RSI Yatofa).
Adapun inisiator diskusi adalah Direktur RSUD Praya, dr. Mamang Bagiansah, SpPD., FINASIM.
Dijelaskannya, latar belakang sistem rujukan antara fasilitas pelayanan kesehatan (faskes) primer dengan faskes sekunder (rujukan) perlu terus dibenahi agar masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang semakin memadai, berkepastian, dan layak. Kasus-kasus tidak dapat terlayaninya pasien rujukan dari puskesmas akibat keterbatasan kapasitas tempat tidur di IGD RS rujukan masih sering terjadi, dan ini merupakan muara dari berbagai persoalan di level faskes perujuk, pemahaman masyarakat terhadap sistem pelayanan kesehatan (khususnya sistem rujukan), dan sebagainya.
Dalam kesempatan yang sama adapun arahan Kepala Dinas Kesehatan, DR. Suardi mengatakan “Apresiasi terhadap pertemuan semacam ini yang digagas oleh direktur RSUD Praya, sebagai upaya untuk mengurai persoalan rujukan pasien. Kita semua para pelayan kesehatan di Lombok Tengah harus terus kompak, saling menghargai, jangan sampai ada kesan saling melempar persoalan. Yakin dan percaya, bahwa tugas membenahi derajat kesehatan dengan upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif di Lombok Tengah adalah tugas kita semua,” jelasnya.
Yang di faskes primer perlu memahami sikon teman-teman di RS, yang di Rumah Sakit sebaliknya juga, sama harus memahami situasi yg dihadapi kawan-kawan di puskesmas. Dan satu hal yang sangat penting, kita tidak boleh lelah mengedukasi masyarakat kita, bahwa layanan kesehatan itu ada level-levelnya, ada yang dapat diselesaikan di puskesmas, ada yang harus dirujuk. Dan penilaian atas level-level ini adalah ranah petugas kesehatan.
Yang dapat diselesaikan di puskesmas, maka masyarakat jangan memaksa harus dirujuk. Yang harus dirujuk, ya jangan juga memaksa tetap di PKM. Lalu masyarakat juga harus memahami, kapasitas sarana prasarana, juga SDM kesehatan kita kadang-kadang ada keterbatasan, yang memperbaikinya tidak segampang membalik telapak tangan. Butuh waktu, butuh kesabaran, butuh biaya. Ada berkarung-karung permasalahan tentang pelayanan kesehatan di Lombok Tengah. Pertemuan hari ini, mungkin baru bisa mengurai satu karung, masih banyak karung lain yang belum selesai. Mari terus bergerak bersama sama membenahi. Seperti tagline-nya direktur RSUD Praya: Beriuk Meriri.”
Adapun hasil-hasil diskusi pada pertemuan tersebut adalah, Segera disempurnakan sistem informasi ketersediaan tempat tidur/ruangan di RS-RS rujukan yang dapat diakses oleh puskesmas, maupun masyarakat luas, sehingga dapat memberi kepastian kemana harus merujuk dan di RS mana kasus tertentu dapat ditangani.
Kemudian, kapasitas tempat tidur di IGD, di RS RS rujukan harus diupayakan bertambah. Mengingat jumlah penduduk Lombok Tengah yang besar. Rasio kapasitas tempat tidur per 1000 penduduk harus terus ditingkatkan (saat ini masih dibawah 1/1000 penduduk). RSUD Praya sudah membuat perencanaan penambahan kapasitas tempat tidur di IGD, di ICU, kapasitas ruang operasi, dsb, hanya masih mengusahakan pendanaan. Alhamdulillah RS Mandalika juga sdh akan mulai beroperasional menerima pasien BPJS. RS Cahaya Medika dan RSI Yatofa juga sudah merencanakan penambahan kapasitas. Pembangunan RS tipe D di wilayah utara Lombok Tengah, juga pembangunan RS milik Yayasan Qamarul Huda, serta pengembangan RS Adikarsa, tetap didorong.
Jadi sesungguhnya di Lombok Tengah, peta fasilitas layanan kesehatan rujukan sudah sangat baik. Jika semua sdh dibangun sesuai rencana, maka di utara ada RS (selain RSI Yatofa), di selatan ada RS Mandalika, di barat akan ada pembangunan RS Qamarul Huda, maka di pusat kota RSUD Praya akan menjadi RS Rujukan (mudah2an segera bisa naik kelas menjadi RS Rujukan Tipe B)
Hasil diskusi ketiga yaitu, Implementasi maksimal program2 nasional terkait rujukan, antara lain SISROUTE, layanan TELEMEDISIN, SIMRS, SIRS ONLINE, SATU SEHAT di semua faskes harus diupayakan terus menerus. Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Tengah sebagai dirigen sistem layanan kesehatan di Gumi Tastura harus lebih kuat mengawal hal ini melalui monev berkala dan seterusnya.
Keempat, Pembenahan internal di masing-masing faskes, baik primer maupun rujukan. Tingkatkan skill komunikasi terus-menerus secara intens antar faskes, agar muncul budaya saling asah, saling asih dan saling asuh. Termasuk pembenahan sarana prasarana dan SDM utk menunjang kecepatan tanggap/respons.
Kemudian hasil diskusi kelima adalah, diskusi-diskusi berikutnya yang harus segera dilakukan adalah penyegaran SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu), persoapan BANSOS, JAMPERSAL, dan sebagainya, upaya agar Lombok Tengah segera mencapai kategori UHC (Universal Health Coverage) sehingga persoalan layanan kesehatan bagi pasien tidak mampu akan terurai, harus terus bersama-sama diadvokasikan kepada pimpinan daerah.
6. Terkait narasi yang kadang berkembang di masyarakat, misal dugaan penolakan pasien, dapat dipastikan bahwa hal ini tidak pernah terjadi. Tidak ada satupun dari tenaga kesehatan, di faskes manapun yang menolak melayani pasien. Kadang dijumpai ada pasien di puskesmas yang belum dapat dirujuk karena bed di RS terpakai semua, tentu tidak berarti ada penolakan. Contoh lain ada keluarga pasien yang karena melihat sendiri situasi keramaian di IGD, lantas memilih ke faskes lain, juga tentu tidak pas disebut penolakan. Inilah yang perlu dipahami bersama. Sudah menjadi sumpah profesi seluruh tenaga kesehatan yaitu utk mengabdikan diri memberikan pelayanan tanpa membedakan agama, pangkat, suku, bangsa, dan status sosial pasien.
Maka mari “BERIUK MERIRI”, peran serta masyarakat pun sangat dibutuhkan, karena derajat kesehatan masyarakat bukanlah tugas nakes semata,” papar Kadikes.
Di akhir diskusi semua peserta rapat, kompak meneriakkan semangat membahana: “Nakes di Lombok Tengah Siap Melayani Sepenuh Hati, Menuju Lombok Tengah Bersatu Jaya!!!”
“Sehat Bangsaku, Kuat Negeriku!!!”(Ntbexpose/02)